Terungkap! Ini Penyebab Runtuhnya Kerajaan Majapahit Menurut Buku Babad Tanah Jawa

- 4 Juli 2022, 16:15 WIB
Ilustrasi runtuhnya Kerajaan Majapahit
Ilustrasi runtuhnya Kerajaan Majapahit /

TRENGGALEKPEDIA.COM - Membahas sejarah pada masa kerajaan-kerajaan di Indonesia memang tidak ada habisnya. Mengenang masa-masa kerajaan dulu berarti juga mengenang masa kejayaan para nenek moyang bangsa Indonesia.

Namun tetap saja, cerita-cerita masa lampau selalu memiliki banyak versi yang membuat cerita tersebut semakin menarik. Salah satunya adalah misteri runtuhnya kerajaan terbesar di Nusantara yaitu Majapahit. K

isah runtuhnya kerajaan Majapahit sampai saat ini masih menjadi misteri. Banyak versi yang telah mengungkapkan peristiwa tersebut.

Baca Juga: Sederet Bencana Alam Terbesar Akibat Kecerobohan Manusia, Salah Satunya di Ukraina

Majapahit merupakan kerjaan terbesar yang luas wilayahnya bisa mencakup negara-negara tetangga Indonesia, seperti Malaysia, Singapura, Kamboja, bahkan Brunei Darusallam.

Berikut kisah runtuhnya kerajaan Majapahit versi dari buku Babad Tanah Jawa yang disusun oleh W. L. Olthof di Belanda kemudian diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh HR. Sumarsono.

Sang Raja Brawijaya mendengar kabar, bahwa banyak orang takluk kepada Sunan Giri. Patih Gajah Mada diutus mendatangi Sunan Giri.

Orang-orang disana geger. Waktu itu Sunan Giri sedang menulis, terkejut mendengar berita didatangi musuh, bermaksud merusak guru.

Alat tulis yang digunakan untuk menulis laku dibuang serta berdoa kepada Allah. Kalam (alat tulis) yang dibuang tadi, lalu menjadi keris dan dapat mengamuk sendiri. Orang-orang dari Majapahit banyak yang tewas. Sisanya lari pulang kembali ke Majapahit.

Setelah bubarnya musuh, keris kembali sendiri tergeletak di depan sang Pendeta dengan berlumuran darah. Setelah melihat keris berlumuran darah, Sunan Giri lalu berdoa semoga segala tindakan yang salah diampuni, serta memberi tahu kepada pengikutnya keris tadi dinamai Kalam Munyeng.

Sesudah beberapa waktu lamanya, Sunan Giri meninggal dunia, digantikan cucunya bergelar Parapen. Pada waktu itu sang Raja sudah diberitahu tentang kematian Sunan Giri dan digantikan cucunya.

Prabu Brawijaya lalu memerintah kepada Gajah Mada bersama para putranya untuk merebut Giri.

Sunan Parapen menghadapi bala tentara dari Majapahit itu, tetapi kalah. Ia lalu lari mengungsi di tepi pantai. Kota di Giri dibakar habis.

Putra Mahkota Majapahit pergi ke makam sunan yang sudah lama meninggal. Lalu memerintahkan untuk membongkar makam itu.

Bala tentara Majapahit segera bekerja membongkar makam, tetapi mereka semua jatuh terkapar. Penjaga makam yang pincang diperintah untuk menggali, jika tidak mau mengerjakan diancam untuk mencoba kesaktian keris.

Dua orang pincang penjaga makam itu lalu menggali makam. Setelah tanah kuburan sudah dibongkar, papan tutup peti mati lalu dibuka.

Lebah yang tak terkira banyaknya keluar dari dalam kuburan, naik memenuhi angkasa. Suaranya gemuruh seperti langit runtuh. Lebah-lebah itu lalu menyerang bala tentara Majapahit, mereka lari tunggang-langgang mencari hidup.

Sampai di kerjaaan Majapahit, lebah itu masih mendesak. Prabu Brawijaya beserta bala tentaranya meninggalkan kota, mengungsi jauh-jauh karena tidak mampu menolak desakan lebah tersebut. Lebah-lebah itu kemudian kembali ke asalnya lagi.

Setelah lebah-lebah pergi, prabu Brawijaya pulang kembali ke Negeri Majapahit dengan semua bala tentaranya. Ia sudah berniat tidak akan berbuat jahat lagi terhadap sunan di Giri.

Diceritakan dua orang pincang penjaga kuburan tadi jadi sembuh penyakitnya. Mereka terus melapor kepada Sunan Parapen yang mengungsi di tepi pantai.

Sunan diberitahu bahwa musuh sudah berguguran, sebab diserang oleh banyak lebah. Mereka juga menjelaskan sebab atas kesembuhannya.

Sunan Parapen, setelah mendengar berita dari orang tadi lali pulang kembali ke Giri. Diceritakan sesudah itu di Giri menjadi sejahtera seperti sediakala dan tidak ada musuh lagi. Ketika itu Raja Brawijaya ingat akan putra yang tinggal di Bintara. Sabdanya kepada Adipati di Terung.

"Bagaimana kakakmu sudah sekian lama tidak pernah menghadap. Janjinya setiap tahun akan menghadap, ini sudah tiga tahun tidak datang ke sini. Apakah sudah mulia, lalu lupa pada saya. Kalau begitu pergilah ke Bintara tanyakan pada kakakmu apa sebab tidak menghadap sang raja?".

Adipati Terung segera berangkat ke Bintara diiringi oleh sepuluh ribu orang. Setelah bertemu dengan kakaknya serat menyampaikan panggilan sang Raja. Raden Patah menjawab:

"Terima kasih sungguh sangat besar anugrah kasih sang Prabu. Adapun sebab tidak sowan, adalah begitu besar pantangan agama, yang tidak mengizinkan umat Islam untuk mengabdi kepada orang kafir. Serta sudah ditakdirkan bahwa di Bintara akan berdiri kerajaan yang menjadi awal orang Jawa beragama Islam."

Adipati Terung tanggap hatinya, takut kembali ke Majapahit jika tidak bersama dengan kakaknya. Ia lalu menyuruh Raden Patah segera melaksanakan niatnya. Adipati Terung akan membantu dalam peperangan.

Mereka kemudian berunding bersama, umat Islam dikumpulkan lengkap beserta senjata-senjatanya di Bintara. Bupati di Madura, Arya Teja di Cirebon, bupati di Sura Pringga serta pandita di Giri juga sudah berkumpul di Bintara beserta bala pasukannya.

Apalagi para wali dan para mukmin juga sudah berkumpul. Semuanya lalu bersama berangkat ke Majapahit, banyaknya barisan tak terhitung.

Kota Majapahit dikepung. Orang Majapahit banyak takluk kepada Adipati Bintara, tak ada yang berani menyambut perang, Adipati Bintara, Adipati Terung lalu masuk alun-alun. Adipati Bintara duduk di dampar yang ada di pagelaran di hadapan para prajurit.

Patih Gajah Mada memberitahu sang Prabu, kedatangan musuh dari Bintara dan sekarang Adipati Bintara berada di pagelaran. Prabu Brawijaya setelah mendengar putranya ada di sana lalu naik ke panggung untuk melihat putranya itu.

Setelah tahu bahwa putranya betul-betul di pagelaran, beliau gaib bersama bala pasukannya yang setia dengan rajanya. Kala peristiwa itu terjadi sesaat kemudian terlihat seperti bintang bercahaya keluar dari istana Majapahit, warnanya seperti kilat, suaranya pun menggelegar menggetarkan, jatuh di Bintara.

Adipati Bintara lalu masuk ke istana. Bukan main herannya ketika tidak dijumpai seorang pun di situ. Sang Adipati menangis dalam hatinya. Ia lalu keluar dari istana kembali ke Bintara dengan semua pengawal dan prajuritnya.

Setibanya di Bintara Sunan Ampel Denta berkata kepada Adipati supaya menjadi raja di Majapahit yang telah menjadi warisannya. Tetapi Sunan Giri terlebih dahulu mau menjadi raja di sana selama empat puluh hari.

Ia akan memantau agar hilang bekasnya raja kafir. Pembicaraan demikian sudah terlaksana.

Setelah empat puluh hari berlalu keraton diserahkan kepada Raden Patah. Beliau kemudian menjadi raja di Demak dan menguasai seluruh tanah Jawa bergelar Senapati Jimbun Ngabdur Rahman Panembahan Palembang Sajidin Panatagama. Ki Wana Pala diangkat menjadi Patih Mangkurat.

Orang di tanah Jawa taat serta menganut agama Islam. Mereka bermusyawarah akan mendirikan masjid di Demak. Para wali saling berbagi tugas, semua sudah siap sedia. Hanya Sunan Kali Jaga yang masih ketinggalan, sebagian garapannya belum terbentuk, sebab sedang tirakat di Pamantingan.

Sekembalinya ke Demak, masjid sudah akan didirikan. Sunan Kali Jaga segera mengumpulkan sisa-sisa kayu bekas bangunan lalu diikat sedemikian rupa.

Malam itu juga ikatan sisa-sisa kayu bekas sudah menjadi tiang. Pagi harinya tanggal 1 bulan Dulkangidah masjid didirikan dengan sengkalan tahun 1428. Kiblat masjid searah dengan Ka'bah di Makkah.

Penghulunya Sunan Kudus. Setelah beberapa Jumat berdirinya masjid tadi, ketika para wali sedang berdzikir bersama di masjid itu.

Sunan Kudus duduk khusyuk bertafakur dibawah beduk, tiba-tiba ada bungkusan jatuh dari atas-buku kulit kambing, di dalamnya ada sajadah serta selendang Kanjeng Rasul.

Para wali lalu bermusyawarah sebaiknya bungkusan itu dibagi sama rata. Sunan Bonang tidak setuju dengan kesepakatan itu.

Ia berkehendak, bungkusan itu sebaiknya dilempar ke atas, siapa yang kejatuhan dialah yang berhak memiliki. Akhirnya bungkusan itu dilempar ke atas, jatuh dipangkuan Sunan Lepen.

Sunan Lepen terkejut laku bertapa empat puluh hari lamanya. Ia menjahit kulit tadi serta membaca dua kalimat. Kulit sudah menjadi baju bernama Anata Kusuma atau Kyai Gundil.

Kyai Gundil ini selanjutnya menjadi busana para raja saat dinobatkan dan waktu berangkat perang. Tetapi waktu itu Sultan Demak dan Sultan Pajang tidak berkenan memakai.***

Editor: Rendi Mahendra


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x