Mendaki Gunung Lawu Lewat Jalur Cemoro Sewu, Belajar Membaca dan Menulis di Puncaknya

- 17 Februari 2021, 11:31 WIB
Wahyu dan Riski sedang belajar menulis di utara Sendang Drajat
Wahyu dan Riski sedang belajar menulis di utara Sendang Drajat /Dani Saputra

TRENGGALEKPEDIA.COM - Gunung Lawu dengan ketinggian 3.265 MDPL itu masih menjadi gunung yang banyak dikunjungi di Jawa. Selain menyuguhkan pemandangan yang indah seperti gunung-gunung pada umumnya, gunung ini menjadi berbeda karena menyediakan sumber air di beberapa titik.

Melalui jalur Cemoro Sewu saja kita bisa menjumpai 3 sumber mata air, yaitu Sendang Pengarep, Sendang Macan, dan Sendang Drajat.

Gunung ini memiliki empat jalur pendakian yang resmi, Cemoro Sewu, Cemoro Kandang, Candi Cetho, dan Singolangu.

Baca Juga: Ini Pemain eSport Terkaya di Dunia , Pemain Indonesia Urutan Berapa?

Jalur Cemoro Sewu nampaknya masih menjadi jalur yang banyak dilewati. Menurut Sembiring, pendaki gunung asli Magetan ini termasuk yang sering mendaki melewati jalur tersebut.

“Jalur ini Mas, selain memiliki banyak pos yang memudahkan untuk istirahat bagi yang tidak membawa tenda, juga hampir di setiap posnya ada warung. Ini sangat membantu para pendaki yang kehabisan logistik.

”Di Warung tersebut juga ada tukang pijat, jadi kalau ada pendaki yang sewaktu-waktu cidera, mereka bisa menggunakan jasa tersebut. Ini jarang sekali kita jumpai di gunung lain,” katanya

Baca Juga: Jumlah Korban Jiwa Longsor Ngetos Bertambah

Jalur Cemoro Sewu menyuguhkan pemandangan indah ke arah selatan berupa hamparan Bukit Mongkrang dan Lawu Selatan. Pemandangan ini dapat dinikmati ketika hendak sampai di Pos IV. Bagi yang ingin bertapa di Hargo Dalem, rata-rata mereka melewati jalur ini.

Menurut Muhammad Sabda, pendaki dari Ponorogo, jika melewati jalur ini, kita akan bertemu dengan dua kakak beradik, Wahyu (14) dan Riski (12) yang sering naik turun gunung membantu membawa logistik untuk keperluan warungnya. Ini yang menurutnya menjadi nilai tersendiri jika lewat jalur Cemoro Sewu.

Di Warung orang tuanya, tepat di utara Sendang Drajat (setelah pos V), di sana mereka tinggal. Tempat mereka bermain dan membantu orang tuanya.

Baca Juga: Hampir Dua Tahun, NCT 127 Rilis Album Jepang Pertamanya

“Mereka kadang mengaku sekolah, kadang juga tidak Mas. Tapi kalaupun sekolah, mereka pasti bisa membagi waktunya dengan baik. Belajar dengan mereka itu memang unik, kadang-kadang ketika sedang belajarpun, dengan spontanitas mereka meluhi kita, kadang juga melempar kerikil. Itulah cara mereka membangun keakraban.

“Jika saya dan kawan-kawan sedang mendaki ke Lawu dan melihat mereka tidak sedang sibuk di warung, kita pasti mengajak mereka untuk belajar membaca dan menulis. Semua kelengkapannya dari kita semua. Mulai dari buku tulis, buku gambar, buku bacaan, pensil, dan penghapus,” katanya.

Harapan Sabda, mendaki gunung seharusnya tidak hanya dijadikan untuk menambah koleksi foto saja tanpa diimbangi dengan kecintaan kita kepada alam. Riski dan Wahyu adalah bukti nyata yang dapat dijadikan contoh.  

“Waktu itu sampah kita pernah tertinggal, lalu Wahyu mengumpat dengan menuding-nuding kita. Lalu salah satu dari rombongan mengambil dan meminta maaf,

“Mereka sejatinya adalah guru Mas, guru yang mengajarkan tentang keseimbangan hidup. Mereka menjadi pahlawan lingkungan yang tidak membutuhkan gelar sama sekali,” imbuh Sabda.***

Editor: Rendi Mahendra


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x