Definisi, Sejarah dan Tokoh Hermeneutika: Dari Schleiermacher hingga Derrida

26 April 2022, 18:31 WIB
Ilustrasi sejarah, definisi dan tokoh Hermeneutika /Pixabay/

TRENGGALEKPEDIA.COM - Istilah hermeneutika asalnya dari kata Yunani yaitu "hermeneuein" yang berarti "menafsirkan", kata bendanya"hermeneia" artinya "tafsiran".

Dalam tradisi Yunani Kuno kata hermeneuein dipakai dalam tiga pengertian, yaitu:

1) Mengatakan (to say).

2) Menjelaskan (to explain).

3) Menerjemahkan (to translate).

Dari ketiga pengertian tersebut, kemudian dalam kata Inggris diungkapkan dengan kata: to interpret. Oleh karenanya, perbuatan interpretasi menunjuk pada tiga hal pokok:

1) Pengucapan lisan (an oral recitation).

2) Penjelasan yang masuk akal (a reasonable explanation).

3) Mengekspresikan atau terjemahan dari bahasa lain (a translation from another language).

Sejarah Hermeneutika

Sejarah klasik tertulis, ditemukannya istilah hermeneutik yaitu dari bahasa Yunani. Istilah hermeneuein yang berarti menafsirkan, yakni berawal dari tokoh mitologis yang bernama Hermes. Hermes merupakan seorang utusan yang bertugas menyampaikan pesan Yupiter kepada manusia.

Hermes diilustrasikan sebagai seorang yang mempunyai kaki bersayap, dan lebih banyak dikenal dalam bahasa latin dengan sebutan Mercurius.

Tugas Hermes ialah menerima pesan-pesan dari dewa di Gunung Olympus ke mudian menerjemahkannya ke dalam bahasa yang bisa dimengerti oleh umat manusia.

Oleh karena itu, fungsi Hermes sangatlah penting karena apabila terjadi kesalahpahaman mengenai pesan dewa-dewa akan berdampak fatal bagi seluruh umat manusia.

Baca Juga: Tradisi Sungkeman Saat Lebaran: Pengertian, Sejarah, Nilai-nilai, dan Tata Cara Pengertian Tradisi Sungkeman

Hermes harus bisa menginterpretasikan sebuah pesan ke dalam bahasa yang digunakan oleh pendengarnya.

Sejak saat itulah Hermes menjadi ikon seorang duta yang dibebani dengan sebuah misi tertentu. Keberhasilan misi tersebut tergantung pada bagaimana cara pesan itu disampaikan.

Adapun dalam peradaban Arab Islam, Hermes disebut-sebut dengan Nabi Idris. Nabi Idris dikenal dalam Al-Qur'an sebagai orang pertama yang mengetahui cara menulis, mempunyai kemampuan teknologi (sina’ah), kedokteran, astrologi, sihir, dan lain-lain. Hal ini dapat diketahui dalam tulisan-tulisan Al-Yahrastani, Al-Kindi, Abu al-wafa’, Al-Mubasysyir, Al-Qifti, dan Al-Zauani.

Hermes juga dapat diketahui pada kalangan Yahudi. Di dalam mitologi Mesir kuno, Hermes dikenal sebagai Dewa Toth yang tidak lain adalah Nabi Musa. Jadi, diketahui bahwasanya Hermes merupakan istilah hellenik bagi para nabi dan rosul.

Dari riwayat tokoh mitologis Hermes, maka hermeneutik secara luas dan pada akhirnya diartikan sebagai proses mengubah situasi atau sesuatu ketidaktahuan menjadi mengerti.

Secara pandangan klasik ataupun modern, pengertian tersebut dianggap mewakili secara umum. Maka dari itu, hermeneutik menjadi suatu metode dalam menginterpretasi atau upaya untuk menangkap makna tersembunyi yang ada di  dalam sebuah konteks yang ada.

Hermeneutik bisa ditemukan dalam karya-karya klasik dari pemikir Yunani, contohnya tulisan Aristoteles Peri hermeneias atau The Interpretation.

Di mana merupakan interpretasi terhadap ungkapan-ungkapan baik secara lisan atupun tulisan yang dilakukan oleh orang yang berbeda dan bersifat personal.

Sehingga tujuan dalam hermeneutik yang berkembang ketika masa itu ialah untuk menerjemahkan bentuk-bentuk ekspresi manusiawi dari peristiwa mental manusia.

Sehingga pada perkembangan sejarah, hermeneutik menjadi sebuah metode penafsiran. Yang kemudian, berkembang pesat di lingkungan gereja untuk memahami pesan-pesan Yesus dalam kitab suci.

Dari perkembangannya sebagai metode penafsiran terhadap kitab suci, berikutnya hermeneutik direfleksikan secara filosofis sebagai metode-metode penafsiran dalam disiplin ilmu sosial dan humaniora, sama halnya yang dilakukan oleh Scheleirmacher dan terutama Wilhelm Dilthey.

Sejak abad ke-17, hermeneutika sebagai metode penafsiran dan filsafat penafsiran berkembang  luas dalam keilmuan dan dapat diadopsi oleh semua kalangan yang ditandai oleh pengembangan kajian yang dilakukan para tokoh hermeneutik.

Di antara mereka adalah Wilhelm Dilthey, Scheleirmacher, Betty, hingga Paul Recouer, menjadikan ilmu hermeneutik berkembang dan meluas dalam konteks ilmu pengetahuan, tidak sebatas diperuntukan dalam kitab suci khususnya Bibel.

Seperti ilmu hukum, sejarah, seni, kesusastraan, filsafat, maupun bahasa atau semua yang masuk dalam geisteswissenschaften, dan ilmu-ilmu kemanusiaan atau ilmu tentang kehidupan (life science).

Dengan berkembangnya diskursus filsafat ke arah post-modernisme, hermeneutika mulai berkedudukan sebagai salah satu disiplin yang sangat kritis terhadap metodologi memahami teks dan realitas.

Tidak lagi sekedar disiplin mengenai teori penafsiran melainkan meluas menjadi metateori mengenai teori interpretasi.

Ini dikarenakan hermeneutik mulai mengkaji fenomena yang terjadi dalam penafsiran, faktor-faktor yang melahirkan kesimpulan penafsiran, sekaligus cara-cara munculnya sebuah penafsiran sebagai kebenaran.

Hermeneutik tidak hanya terbatas pada metode apa yang paling valid untuk sampai pada kebenaran penafsiran.

Namun juga mendekonstruksi acuan dari beberapa kebenaran yang selama ini dipercaya dengan mengkritisi dasar-dasar epistemologi dan ontologis yang menopangnya.

Baca Juga: Sejarah dan Makna Tradisi Silaturahim Keliling atau Mbarak saat Hari Raya Idul Fitri

Tokoh Hermeneutika

Seperti yang disebutkan oleh Palmer (2005), Sumaryono (1999), dan Rahardjo (2007), terdapat beberapa tokoh yang berperan besar dalam perkembangan hermeneutika, di antaranya:

1. Friedrich Ernest Daniel Schleiermacher (1768 -1834)

Ia adalah tokoh hermeneutika romantisis yang memperluas pemahaman hermeneutika dari sekadar kajian teologi (teks bible) menjadi metode memahami dalam pengertian filsafat.

Menurut perspektifnya, dalam upaya memahami wacana ada unsur penafsir, teks, maksud pengarang, konteks historis, dan konteks kultural.

2. Wilhelm Dilthey (1833 -1911)

Ia adalah tokoh hermeneutika metodis, yang berpendapat bahwasanya proses pemahaman berawal dari pengalaman, yang kemudian mengekspresikannya.

Pengalaman hidup manusia merupakan sebuah neksus struktural yang mempertahankan masa lalu sebagai sebuah kehadiran masa kini.

3. Edmund Husserl (1889 -1938)

Ia adalah tokoh hermeneutika fenomenologis, menyebutkan bahwasanya proses pemahaman yang benar harus mampu membebaskan diri dari prasangka, dengan membiarkan teks berbicara sendiri.

Oleh sebab itu, menerjemahkan suatu teks berarti secara metodologis mengisolasikan teks dari hal apapun yang tidak ada hubungannya, termasuk bias-bias subjek penafsir dan membiarkannya mengomunikasikan maknanya sendiri pada subjek.

4. Martin Heidegger (1889 -1976)

Ia adalah tokoh hermeneutika dialektis, yang menjelaskan mengenai pemahaman sebagai sesuatu yang muncul dan sudah ada mendahului kognisi.

Oleh karena itu, penafsiran atau pembacaan selalu merupakan pembacaan ulang atau penafsiran ulang.

5. Hans-Georg Gadamer (1900 -2002)

Ia adalah tokoh hermeneutika dialogis yang baginya pemahaman itu benar yakni pemahaman yang mengarah pada tingkat ontologis, bukan metodologis.

Artinya, kebenaran bisa dicapai bukan melalui metode, namun melalui dialektika dengan mengajukan banyak pertanyaan. Maka dari itu, bahasa menjadi medium sangat penting bagi terjadinya dialog.

6. Jurgen Habermas (1929)

Ia adalah tokoh hermeneutika kritis yang menyebutkan bahwasanya pemahaman didahului oleh kepentingan. Yang menentukan horison pemahaman ialah kepentingan sosial yang melibatkan kepentingan kekuasaan interpreter.

Dan tiap-tiap bentuk penafsiran dipastikan ada bias dan unsur kepentingan politik, ekonomi, sosial, suku, dan gender.

7. Paul Ricoeur (1913)

Ia membedakan interpretasi percakapan dan teks tertulis. Makna tidak hanya diambil dari pandangan hidup pengarang, namun juga dari pengertian pandangan hidup pembacanya.

8. Jacques Derrida (1930)

Ia merupakan tokoh hermeneutika dekonstruksionis, yang mengingatkan bahwasanya dalam setiap upaya menemukan makna, pasti senantiasa menyelipkan tuntutan untuk upaya membangun relasi sederhana antara petanda dan penanda.

Makna teks senantiasa mengalami perubahan tergantung konteks dan pembacanya.*** (Ika Lestari Bhekti Utami)

Editor: Dani Saputra

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler