“Dan ternyata yang saya pelajari dari Umbu bukanlah penulisan puisi, melainkan kehidupan puisi,” tulis Cak Nun.
Selain itu, Cak Nun juga melukiskan bahwa sosok Umbu bukanlah orang sembarangan. Pada tahun 1950an, Umbu adalah pangeran di Sumba, Nusa Tenggara Timur.
“Sejak 50 tahun silam meninggalkan harta kekayaan dan kekuasaannya sebagai pangeran di Sumba,” kata Cak Nun.
Cak Nun juga menceritakan bagaiamana perpisahannya dengan Umbu. Sebab masih di tahun yang sama, Umbu pindah ke Bali.
Sedangkan Cak Nun masih menetap di Yogyakarta. Kendati demikian, Cak Nun masih menganggap Umbu adalah sosok gurunya.
Bahkan di dalam esai berjudul Presiden Malioboro, Cak Nun tak segan mengatakan dengan eksplisit bahwa umbu adalah gurunya.
“Saya bukan siapa-siapa di dunia, tetapi kapan ada yang tanya siapa Guru saya, baru nama Umbu yang pernah saya sebut,” tulis Cak Nun.***