Pelajaran dari Buku Berani Tidak Disukai, Sebuah Fenomena untuk Membebaskan Diri

10 Juni 2022, 13:39 WIB
Ilustrasi. Pelajaran dari Buku Berani Tidak Disukai, Sebuah Fenomena untuk Membebaskan Diri /Pixabay

 

TRENGGALEKPEDIA.COM - Buku ini berisi pembahasan tentang Teori Psikologi Adler, bisa dibilang terdapat dua sisi yang dapat diambil.

Namun, terdapat sisi 'jengah' karena tidak sesuai dengan norma yang berlaku.

Alfred Adler adalah seorang psikolog, dokter dan terapis asal Austria yang menjadi pendiri awal dari aliran psikologi individual.

la menekankan pentingnya perasaan inferior dan menganggap manusia sebagai individu utuh, bukan seperangkat elemen.

Nah, buku yang dikemas dalam bentuk percakapan antara seorang filsuf dan seorang pemuda ini, serta lengkap menerangkan tentang teori psikologi Adler.

Baca Juga: Mari Mengenal Pertunjukan Tari Gandrung dari Banyuwangi

Awalnya, si pemuda datang ke ruang belajar sang filsuf dengan penuh rasa pesimistis dan naif.

la menantang sang filsuf untuk mengubah dirinya menjadi manusia yang bahagia dan memiliki keberanian dalam hidup.

Buku ini dibagi dalam lima pertemuan yang dikemas dalam bahasa yang 'kaku', sehingga teori yang disampaikan sang filsuf  mulai dari penyangkalan terhadap trauma hingga pada penekanan kenapa kita hadir pada saat ini.

Sesuai judulnya, buku ini benar-benar bisa membuat kita tidak disukai orang lain jika menerapkannya secara mentah-mentah beberapa saran di dalamnya. Meskipun tidak semuanya negatif juga.

Terdapat beberapa poin penting yang jadi pro-kontra. Namun, intinya untuk membaca buku ini harus disertai dengan pemahaman yang baik.

Lebih baik lagi jika hal ini bisa didiskusikan dengan sesama pembaca, agar bisa melihat dari berbagai sudut pandang.

Pendapat setiap orang mungkin berbeda terhadap suatu buku, tetapi hal ini bisa menyatukan hati dan pikiran.

Baca Juga: Jangan Malas, Ini Segudang Manfaat Rajin Membaca Buku

Pertama, Teori Psikologi Adler menyangkal adanya trauma, dan tidak setuju dengan hubungan sebab-akibat antara kejadian di masa lalu dengan diri kita saat ini (Teori Freud).

Terlepas dari teori mana yang benar, tetapi trauma dan masa lalu dikatakan tidak mempengaruhi karakter kita saat ini.

Karakteristik dan sifat diri kita saat ini adalah hasil bentukan bertahun-tahun dari masa lalu, utamanya kebiasaan dan hasil didikan orang tua di dalam rumah.

Nah, namun yang jadi contoh di buku ini adalah apabila kita jadi pribadi yang kurang 'sempurna' saat ini maka kita selalu menyalahkan sebab di masa lalu.

Hal ini memang tidak perlu, kareka kita tidak berubah dengan sendirinya apabila terus menyalahkan masa lalu.

Berfokus pada tujuan ke depan adalah hal penting menurut pandangan teleologis Adler.

Kedua, Adler menyebutkan bahwa untuk meraih kebahagiaan, kita harus bisa menahan diri dari amarah dan tidak perlu menyimpan hasrat untuk diakui orang lain.

Karena amarah memang seringkali jadi sumber masalah, dan pengakuan orang lain seringkali menjadikan manusia serakah.

Namun, satu hal sangat rancu dan 'bahaya'. Menurut Adler, kita tidak hidup untuk memuaskan ekspektasi orang lain. Yaps, ini memang benar.

Agar terbebas dari stress, kita harus hidup untuk tujuan dan cita-cita kita sendiri, karena menuruti ekspektasi orang lain tidak akan ada habisnya.

Contoh yang bisa diambil dari buku ini adalah tentang ekspektasi dari orang tua ke anaknya.

Adler mengatakan bahwa kita harus memilih jalan terbaik yang diyakini meskipun itu menentang orang tua.

Tetapi melawan, memberontak, menentang atau apapun itu terhadap orang tua bukanlah sesuatu yang boleh dilakukan.

Ini beberapa paragraf yang seakan 'menyuruh' kita untuk melawan orang tua dan menjunjung tinggi keyakinan.

PEMUDA: Hei, tunggu sebentar. Apakah maksudmu tidak penting bagaimana sedihnya orang tuaku dibuatnya?

FILSUF: Benar. Itu tidak penting

PEMUDA: Kau pasti bercanda! Memangnya ada filosof yang merekomendasikan perilaku yang tidak berbakti terhadap orang tua?

FILSUF: Yang bisa kaulakukan sehubungan dengan hidupmi sendiri adalah memilih jalan terbaik yang kauyakini. Di pihak lain, ukuran seperti apa yang dikenakan orang lain pada pilihan tersebut? Itu adalah tugas mereka, dan bukan hal yang dapat kauubah.

Baca Juga: Definisi, Sejarah dan Tokoh Hermeneutika: Dari Schleiermacher hingga Derrida

FILSUF: Benar bahwa orang sering mendengar orang tua zaman ang menggunakan frasa, "Ini untuk kebaikanmu sendiri". Tapi mereka jelas melakukannya untuk memenuhi tujuan mereka sendiri, yang bisa berarti muka mereka di mata masyarakat, mereka, atau hasrat mereka untuk mengontrol, misalnya. Dengan kata lain, ini bukanlah "untuk kebaikanmu sendiri", tapi tak kebaikan orang tua. Dan karena si anak merasakan siasat inilah dia memberontak

FILSUF: Saat menerima pujian menjadi tujuan utama seseorang dia sedang memilih cara hidup yang sejalan dengan sistem nila orang lain. Memandang hidupmu hingga saat ini, bukankah kas sudah lelah berupaya memenuhi ekspektasi orang tuamu?

Masih membahas contoh hubungan orang tua dan anak. Bukan berarti kita harus selalu mengikuti dan nurut-nurut aja.

Tapi, ada cara-cara baik yang bisa dilakukan untuk meyakinkan orang tua bahwa 'jalan' dan cita-cita kita 'menjanjikan'.

Yang pasti tidak dengan cara ekstrem langsung pergi gitu aja, atau cara-cara yang membuat orang tua sedih (udah gitu si filsuf bilang tidak masalah meskipun membuat orang tua sedih).

Perlu diingat, Ridha Tuhan tergantung Ridha Orang tua.

Ketiga, menurut Adler pujian dan teguran itu tidak boleh.

Pujian adalah 'penilaian' dari orang yang mampu kepada orang yang tidak mampu.

Membaca buku ini harus benar-benar disertai pemahaman dan kedewasaan berpikir, ya.

Karena kalau tidak, teori di atas bisa membuat kita jadi pribadi yang selalu curiga terhadap orang lain.

Namun, tidak semua orang memuji karena menilai orang lain yang aku puji lebih rendah dari dirinya.

Memang, ada orang-orang tertentu yang memuji dengan tujuan mencari muka.

Tapi percayalah, masih banyak manusia baik yang memang memuji karena kagum, berterima kasih, dan perasaan positif lainnya.

Keempat, Adler menekankan pentingnya pembagian tugas dalam hubungan interpersonal.

Bahwa kita tidak boleh mencampuri 'tugas' orang lain (muncul lagi contoh orang tua tidak boleh memaksa anaknya belajar karena itu tugas si anak).

Singkat aja, hal ini tidak sesuai dengan kehidupan kita di Indonesia yang mengedepankan kebersamaan dan gotong royong.

Baca Juga: 96 Arane Anak Kewan Secara Lengkap, Nama-nama Anak Hewan Bahasa Jawa

Kelima, Adler mengatakan bahwa penting bagi kita untuk membangun hubungan horizontal, bahwa semua orang itu setara.

Pro: teori ini bisa membangkitkan rasa percaya diri. Semua manusia dilahirkan dengan titik start yang sama.

Hanya saja mungkin atasan kita di kantor atau profesor kita di kampus belajar lebih dulu dibanding kita sehingga saat ini sudah bisa menuai hasil.

Hal ini akan membuat kita yakin dan percaya diri menghadapi mereka.

Kontra: apabila salah memaknainya, teori ini bisa memunculkan keangkuhan dan ketidaksopanan.

Keenam, Teori Adler mengatakan tidak perlu membuat rencana hidup.

PEMUDA: Jadi, tidak ada perlunya menyusun rencana hidup atau karier?

FILSUF: Kalau hidup ini ibarat garis, kita bisa menyusun rencana hidup. Tapi hidup kita hanyalah serangkaian titik. Hidup yang terencana baik bukanlah sesuatu yang harus diperlakukan sebagai perlu atau tidak perlu, mengingat ini mustahil dilakukan.

"Hiduplah disini pada saat ini, jangan terlalu mengkhawatirkan yang sudah lewat ataupun yang belum terjadi."

Sepakat kalau kita memang harus 'hadir' disini pada saat ini.

Fokus pada hal dan orang-orang terdekat di sekitar kita.

Tapi tidak perlu membuat rencana? Kayaknya nggak gitu juga, sih.

Rencana dan tujuan masa depan tetap penting. Supaya kita tahu ke arah mana kita harus melangkah, dan apa yang mau kita kejar.

Dan lagi, saving dan perencanaan keuangan yang baik untuk masa depan juga sangat penting.

Selain ketidaksesuaian diatas, tetapi ada beberapa poin positif yang bisa sidapatkan dari buku ini, di antaranya: "Tiga kunci meraih kebahagiaan: Penerimaan Diri, Keyakinan terhadap Orang Lain, dan Kontribusi untuk Masyarakat."

"Jangan terlalu fokus pada satu orang yang tidak menyukai kita. Tapi pikirkanlah lebih banyak orang yang tidak peduli dengan kekurangan dan kesalahan yang kita buat."

Dari buku ini, kita jadi mengenal tentang Teori Psikologi Adler.

Meskipun kurang sependapat di beberapa hal, sebuah ilmu baru tetap sangat berkesan, karena manusia tidak akan menjadi baik tanpa adanya kata 'buruk'.***(Ida Kurniawati)

Editor: Dani Saputra

Tags

Terkini

Terpopuler