Makna Tradisi Puluran Setelah Sholat Tarawih di Ponorogo Ternyata Agar Masyarakat Istoqomah

- 20 April 2022, 11:47 WIB
Puasa.
Puasa. /andsproject/pixabay

TRENGGALEKPEDIA.COM - Puluran adalah tradisi berbagi dan makan bersama setelah sholat tarawih. Tradisi ini cukup banyak dilakukan oleh masyarakat muslim di daerah Jawa Timur.

Berbeda dengan tradsi makan bersama lainnya seperti megengan atau genduren yang makanannya berupa makanan berat. Dalam tradisi puluran menggunaan makanan ringan atau jajanan dan minuman.

Dalam pelaksanaannya, biasanya masyarakat akan dijadwal sesuai urutan rumah dalam membuat puluran. Atau terkadah juga disediakan oleh orang yang ingin bersedekah atau memiliki hajat tertentu.

“Puluran, kalau dibahasa indonesiakan berarti ‘yang saling diulurkan’. Yang berarti makanan pada tradisi puluran ini biasanya diulur-ulurkan dalam pembagiannya pada jamaah tarawih. Yang bertujuan supaya orang-orang terutama anak-anak bisa betah dalam melaksanakan sholat tarawih setiap harinya selama satu bulan penuh,” jelas K.H. Jainuri, salah seorang tokoh agama di desa Sedah, Jenangan, Ponorogo.

Dari penjelasannya dapat diketahui bahwa tradisi ini memiliki makna yang baik, yaitu agar masyarakat bisa istoqomah dalam menjalankan sholat tarawih setiap harinya.

Dengan harapan nantinya masyarakat bisa terus berjamaah di masjid meskipun bulan Ramadhan telah usai ketika menjalan kan sholat lima waktu.

Selain itu, karena makanan yang dibagikan berupa makanan kecil atau jajanan, membuat tradisi ini biasanya cukup menarik perhatian dan diminati oleh anak-anak.

Dan jika dikaitkan dengan tujuannya yakni untuk membuat masyarakat betah untuk berjamaah ke masjid, maka dengan adanya antusiasme anak-anak yang tinggi akan menjadikan tujuan tradisi ini lebih mudah tercapai.

Mengingat masa kanak-kanak merupakan waktu terbaik dalam menanamkan kebiasaan yang baik, termasuk kebiasaan untuk berjamaah sholat lima waktu ke masjid.

Halaman:

Editor: Rendi Mahendra


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah