Usai Diberlakukan Tarif Layanan BLU BPJPH, Inilah Kriteria Penentuan Kewajiban Sertifikasi Halal

- 18 Maret 2022, 20:11 WIB
Usai Diberlakukan Tarif Layanan BLU BPJPH, Inilah Kriteria Penentuan Kewajiban Sertifikasi Halal.
Usai Diberlakukan Tarif Layanan BLU BPJPH, Inilah Kriteria Penentuan Kewajiban Sertifikasi Halal. /Instagram.com/@halal.indonesia


TRENGGALEKPEDIA.COM – Setelah diberlakukannya tarif layanan Badan Layanan Umum (BLU) badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) oleh Kementerian Agama (Kemenag) RI pada Rabu, 1 Desember 2021.

Kini pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sudah bisa mengajukan permohonan sertifikasi halal untuk usaha yang dimilikinya.

Namun sebelum itu masyarakat perlu mengetahui dan memahami terlebih dahulu tentang kriteria yang ditetapkan BLU BPJPH dalam penentuan kewajiban bersertifikat halal.

Secara tenis ketentuan tersebut diatur dalam keputusan kepala BPJPH nomor 33 Tahun 2022 tentang Juknis Pendamping Proses Produk Halal dan Penentuan Kewajiban Bersertifikat Halal bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil yang Didasarkan atas Pernyataan Pelaku Usaha.

Baca Juga: Berikut Daftar Biaya Sertifikasi Halal Untuk UMKM Setelah Resmi Diberlakukan Tarif Layanan BLU BPJPH

Dilansir oleh Trenggalekpedia.com dari website Kemenag.go.id, kriteria yang ditetapkan dalam penentuan kewajiban bersertifikat halal bagi pelaku UMKM yang didasarkan atas pernyataan pelaku adalah sebagai berikut:

1. Produk tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya

2. Proses produksi yang dipastikan kehalalannya dan sederhana

3. Memiliki hasil penjualan tahunan (omset) maksimal Rp500.000.000 yang dibuktikan dengan pernyataan mandiri

4. Memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB)

5. Memiliki lokasi, tempat, dan alat Proses Produksi Halal (PPH) yang terpisah dengan lokasi, tempat dan alat proses produk tidak halal

6. Memiliki atau tidak memiliki surat izin edar (PIRT/MD/UMOT/UKOT), Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi (SLHS) untuk produk makanan/minuman dengan daya simpan kurang dari 7(tujuh) hari, atau izin industri lainnya atas produk yang dihasilkan dari instansi terkait.

7. Memiliki outlet dan/atau fasilitas produksi paling banyak 1 (satu lokasi)

8. Secara aktif telah berproduksi 1 (satu) tahun sebelum permohonan sertifikasi halal

9. Produk yang dihasilkan berupa barang (bukan jasa atau usaha restoran, kantin, catering dan kedai/rumah/warung makan)

10. Bahan yang digunakan sudah dipastikan kehalalannya. Dibuktikan dengan sertifikat halal atau dalam daftar bahan sesuai Keputusan Menteri Agama Nomor 1360 Tahun 2021 tentang Bahan yang Dikecualikan dari Kewajiban Bersertifikat Halal

11. Tidak menggunakan bahan yang berbahaya

12. Telah diverifikasi kehalalannya oleh pendamping proses produk halal

13. Jenis produk/kelompok produk yang disertifikasi halal tidak mengandung unsur hewan hasil sembelihan, kecuali berasal dari produsen atau rumah potong hewan/rumah potong unggas yang sudah bersertifikasi halal

14. Menggunakan peralatan produksi dengan teknologi sederhana atau dilakukan secara manual dan atau semi otomatis (usaha rumahan bukan usaha pabrik)

15. Proses pengawetan produk yang dihasilkan tidak menggunakan teknik radiasi, rekayasa genetika, penggunaan ozon (ozonisasi) dan kombinasi beberapa metode pengawetan (teknologi hurdle)

16. Melengkapi dokumen pengajuan sertifikasi halal dengan mekanisme pernyataan pelaku usaha secara online melalui SIHALAL.***

Editor: Rendi Mahendra


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah