Tradisi Sungkeman Saat Lebaran: Pengertian, Sejarah, Nilai-nilai, dan Tata Cara Pengertian Tradisi Sungkeman

26 April 2022, 14:47 WIB
Ilustrasi Sungkeman di Hari Raya Idul Fitri. /Ist.

 

TRENGGALEKPEDIA.COM - Secara bahasa sungkeman berasal dari bahasa Jawa, yakni sungkem yang memiliki makna sujud, hormat,sebagai tanda bakti.

Sungkeman merupakan sebuah tradisi khas masyarakat Jawa yang dilakukan oleh seorang anak dengan berlutut dan mencuim tangan orang tuanya.

Tradisi ini bertujuan untuk menunjukkan rasa hormat dan juga rasa terima kasih atas segala yang telah dilakukan orang tua dalam mengasuh, membesarkan, dan mendidik seorang anak, yang jasanya tersebut tak akan bisa dibalas.

Tradisi sungkeman ini biasanya dilakukan dalam salah satu prosesi pernikahan di Jawa dan juga dilakukan ketika hari raya Idul Fitri atau Lebaran.

Dalam sungkeman ketika hari raya Idul Fitri, tradisi ini biasa dilakukan saat pagi setelah pelaksanaan sholat Idul Fitri oleh satu keluaraga besar.

Tradisi ini meskipun terbilang cukup kuno dari segi sejarahnya namun hingga kini masih eksis dan masih banyak dilakukan oleh masyarakat Jawa.

Hal tersebut membuktikan bahwa tradisi ini merupakan tradisi yang bagus dan bersifat positif hingga dapat terus berjalan hingga kini.

Baca Juga: Sejarah dan Makna Tradisi Silaturahim Keliling atau Mbarak saat Hari Raya Idul Fitri

Sejarah Tradisi Sungkeman

Dari corak tradisi sungkeman ini terlihat dengan kuat terdapat sebuah unsur budaya jawa, yakni merupakan sebuah hasil akulturasi budaya lokal dengan nilai-nilai agama islam.

Meskipun belum diketahui secara pasti, akulturasi sangat mungkin terjadi mengingat banyak sekali tradisi masyarakat Jawa saat ini yang merupakan hasil akulturasi budaya Jawa pra islam dengan unsur agama islam oleh para Wali Songo.

Tradisi sungkeman sendiri pertama kali dilakukan pada masa Kerajaan Surakarta, tepatnya pada era Mangkunegoro I sekitar tahun 1930-an.

Yang mana pada masa tersebut tradisi sungkeman dilakukan oleh Pangeran Mangkunegoro I bersama selruh jajaran perajurit kerajaan.

Mangkunegoro I akan mengumpulkan seluruh punggawa dan pengawalnya seusai melakukan sholat Idul fitri untuk berbaris dan sungkem pada keluarga kerajaan secrara bergantian untuk bermaaf-maafan.

Sedangkan dalam era kemerdekaan Indonesia, dalam prosesi pelaksaan tradisi sungkeman juga sempat mengalami beberapa kendala akibat kondisi Indonesia yang masih belum kondusif dari pengaruh Belanda.

Tepatnya yakni pada tahun 1930, ketika prosesi sungkeman yang dihadiri Ir. Soekarno hampir menimbulkan kesalah pahaman dari pihak Belanda, karena sempat dianggap sebagai kegiatan yang memiliki niat terselubung yang mencurigakan.

Saat itu adalah ketika Presiden RI pertama, Ir. Soekarno dan dr. Radjiman Widyodiningrat melaksanakan acara sungkeman lebaran di Gedung Habipraya, Keraton Surakarta.

Dan baiknya, kegiatan tersebut langsung dikoonfirmasi oleh Pakubuwono pada pihak Belanda sebagai sebuah tradisi Idul Fitri dan tidak memiliki niatan terselubung.

Pihak Belanda pada akhirnya membiarkan acara sungkeman tersebut berlanjut karena terbukti bukan pegerakan bangsa Indonesia dalam upaya melawan Belanda.

Yang selanjutnya kegiatan sungkeman dilanjutkan dengan halal bi hahal untuk mengurangi kecurigaan Belanda.

peristiwa tersebut jugalah menjadi landasan atau cikal bakal tradisi open house dan halal bi halal ketika lebaran.

Nilai-Nilai Dalam Tradisi Sungkeman

Tradisi sungkeman ini juga kaya akan nilai-nilai positif yang membuat tradisi ini bisa terus dilakukan oleh masyarakat dan patut untuk dilestarikan.

1. Nilai Kesadaran Diri

Nilai kesadaran diri di sini bermakna bahwa seorang anak harus menyadari bahwa entah seperti apapun mereka saat ini tidak bisa terlepas dari peran orang tua yang telah membesarkan mereka.

Kesadaran diri ini juga menjadi pemicu introspeksi diri dalam bersikap terhadap orang tua, dengan harapan dapat lebih baik kedepannya.

2. Nilai Rendah Hati

Nilai kerendahan hati memiliki makna tradisi sungkeman ini menjadi sebuah cara untuk melatih mengendalikan ego kita agar terbiasa dalam menghormati dan berendah hati pada orang lain.

Kerendahan hati ini cukup penting karena tidak jarang seseorang tidak mau minta maaf atau memaafkan karena memiliki ego atau gengsi yang tinggi.

3. Nilai Terima Kasih

Nilai terima kasih ini merupakan sebuah perwujudan rasa terima kasih seorang anak pada orang tuanya atas segala yang telah mereka lakukan dalam mendidik anaknya.

Itulah bebrapa nilai tradisi sungkeman secra umum, sebenarnya terdapat banyak sekali makna dalam tradisi sungkeman ini jika digali secara lebih mendalam dan terperinci.

Baca Juga: Apa Hukum Salat Idul Fitri? Ini Hukum Salat Idul Fitri, Niat dan Tata Cara Salat Idul Fitri

Tata Cara Tradisi Sungkeman

Pelaksanaan sungkeman sangat erat dengan adat dan budaya yang sangat kaya akan makna di dalamnya.

hal tersebut juga yang membuat pelaksanaan sungkeman menjadi sebuah momen yang sakral dan emosional bagi yang melakukannya.

Tata cara pelaksanaan tradisi sungkeman adalah sebagai berikut :

1. Orang tua duduk di sebuah kursi, sofa atau apapun yang memiliki posisi lebih tinggi dari posisi anak-anak.

Hal ini bertujuan untuk menekankan dan mengisyaratkan bahwa seorang anak harus menghormati orang tuanya.

2. Pegang kedua tangan orang tua, tahapan ini dilakukan dengan posisi si anak berlutut dan menundukkan kepala.

Prosesi ini bermakna sebagai introspeksi atau muhasabah diri bagi si anak atas segala yang telah ia perbuat yang bisa saja menyakiti atau secara tidak sengaja berbuat dholim pada orang tua.

3. Mencium tangan orang tua seraya memminta permohonan maaf atas segala kesalah yang diperbuat baik yang disengaja ataupun tidak.

Prosesi ini merupakan inti dari tradisi sungkeman dan juga tahapan yang paling sakral dan tidak jarang juga keduanya saling meneteskan air mata karena merasa tersentuh nuraninya.

Dalam pelaksanaannya mungkin saja terdapat beberapa prosesi tambahan di daerah tertentu yang menjadi keunikan tersebdiri, namun secara garis besar itulah tatacara dalam tradisi sungkeman.

Semoga bermanfaan dan juga semoga kita diberikan kesempatan agar dapat menjalankan tradisi sungkeman ini pada hari Raya Idul Fitri kedepannya.*** (Mohammad Arifuddin Bastomi)

Editor: Dani Saputra

Tags

Terkini

Terpopuler